Ceroboh yag Menyebalkan!!


Kawasan berbahaya saat ini is STASE PARU!! Oh noo!!!! Pengen menghilang rasanya L
Ini gara-gara kecerobohan saya yang menyebalkan!! Ceroboh itu salah satu hal di diri saya yang ingin skali saya musnahkan, disamping pelupa kronis yang saya derita tentunya!! Saya benci skali saya yang ceroboh. Seberapa kuat pun saya berusaha untuk melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin, kecerobohan itu selalu dengan suksesnya menghancurkan apa yang saya usahakan dengan susah payah.
Dan hari ini, kecerobohan itu dengan suksesnya bisa membuat saya mengulang di stase paru! Hikssss.. sedihnyooo..
Klo nanti saya sampai divonis untuk mengulang di stase paru, mungkin “hadiah” itu memang pantass. Walapoun memikirkannya saja membuat mata berkaca-kaca, tapi itu merupakan sebuah harga yang harus dibayar untuk kesalahan yang saya lakukan. Keslahan yang bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya.
Sebenarnya masalahnya mungkin sepele saja. Hanya karena saya ga melaporkan pasien post kemoterapi yang pulang hari ini ke konsulen. Sepele yahh?? Tapi efeknya ruaarrrr biasaa!!  Saya ga tau klo ternyata untuk bagian paru di rs ulin semua pasien kemo dipegang sama satu konsulen. Sebut saja beliau dr. X. Beliau yang bertanggung jawab untuk semua pasien paru dengan kemoterapi. Jadi setiap pasien di bagian paru yang ada rencana ataupun sudah selesai kemo harus dilaporkan ke beliau.
Nah, kebetulan saya megang pasien yang pro kemo. Pasien ini masuknya hari senin. Begitu masuk, untuk persiapan kemo pasien harus melakukan beberapa rangkaian pemeriksaan untuk memastikan kondisi tubuh pasien cukup baik untuk dimasukkan obat-obat kemo. Hasil lab keluar, dan atas informasi dari kaka perawat saya pun melaporkan hasil lab ke dokter konsulen via telpon. Karena sudah cukup siang, maka diputuskan kemoterapi dilakukan keesokan harinya. Hari itu pun terlalui dengan aman. Hari selasa, sesuai rencana saya pun meminta keluarga pasien mendaftar ke ruang kemo agar pasien bisa segera di kemo. Sekitar setengah jam kemudian keluarga pasien datang dan berkata, “mba, pasiennya di suruh dokternya naik ke atas sekarang”. Tanpa berpikir panjang saya pun melaporkan hal ini ke kk perawat. Akhirnya pasien naik ke atas dan menjalani program kemonya yang pertama. Siang harinya sang konsulen pun datang dan menanyakan pasiennya.
Dr. X : Tn. ***** uda di kemo ?
Saya : (kebetulan hari itu saya lagi jaga) uda dok, tadi pagi
Dr. X : kok ga ada yang lapor? Siapa yang megang pasiennya?
Saya : dengan entengnya mengacungkan tangan, “saya dokk..”
Dr. X : Metil prednisolonnya uda masuk?
Saya : *bengongg
Dr. X : khan, kamu ga tau khan? Itu metil prednisolonnya harusnya sudah diminum dari tadi pagi. Itu bagian dari kemo, klo sampai jadwalnya kacau, percuma aja kemo nya! Aduh de, semua pasien kemo itu harus dilaporkan dulu ke saya! kamu main naik-naikin aja!!
Saya : (dengan wajah pucat pasi) maap dok, saya pikir tadi yang nyuruh naik dokter, jadi langsung saya naikkan dokk..
Dr. X : dek! Kamu ini ada-ada aja!! Khan ga mungkin saya nungguin pasien kemo diatas sana!! kamu ke atas sekarang, suruh pasiennya langsung minum metil prednisolonnya selesai kemo. 3x 4 tablet selama 5 hari.
Dan saya pun langsung kaburrr.

Tadi pagi, begitu datang saya ditanya kk perawat semua urusan kemo pasien yang saya pegang uda beres ato belum. Pasiennya mo pulang. saya kurang mengerti gimana prosedur perawatan pasien-pasien yang di kemo, jadilah saya iya iya ajaa. waktu saya tanya kk perawat apa si pasien ini pulang atas ijin dokter ato keinginan sendiri dan kk perawat bilang atas ijin dokter, lagi-lagi saya tidak berpikir siapa dokter yang dimaksud. Akhirnya setelah menanyakan jadwal kemo selanjutnya, saya pun dengan santainya beranggapan satu kerjaan uda beres. Siang harinya, dokter konsulen datang dan menanyakan pasiennya. Saat itu saya dengan gembiranya sedang menyaksikan pungsi pasien yang dilakukan oleh dokter residen. Dari kejauhan terdengar suara pletok2 sepatu lida yang sedang berlari. Bunyi2an seperti itu memang selalu membuat hati tidak nyaman. Dan ketidaknyamanan itu pun berubah menjadi ketakutan ketika dengan wajah was2 lida berkata, “yun, kamu dicari dr. X, beliau nyari yang megang Tn. ***** jarr!!”. Entah ini firasat buruk atau memang aura dr. X yang selalu membuat saya ketakutan, saya pun bergegas menuju ke ruang depan dengan hati bergemuruh.
Dr. X : Tn. ***** mana?? Uda pulang??
Saya : uda pulang dok..
Dr. X : kapan pulangnya? Kok kamu ga lapor?
Saya: maap dok, saya pikir uda boleh pulang.. tadi pagi saya tanyakan ke kk perawatnya pulang dengan ijin atau atas keinginan sendiri, kata kk perawatnya atas ijin dokter, jadi langsung dipulangkan dok
Dr. X : aduh dek, saya khan uda berkali-kali bilang, semua pasien itu harus dilaporkan ke saya dulu!! Kamu kok ga lapor!! Trus kapan dia jadwal kemo ke 2?
Saya : tanggal 21, dok..                                                                                                                                                          
Dr. X : tuh khan, liatt!! Itu minus 5 hari!! Aduh dek, saya sampai ga tau harus ngomong apa lagi! klo jadwal kemonya berantakan, survivalnya juga uda ga adaa!!! Trus, skarang gimana?
Saya : (mo nangiss) nanti saya cari nomor hp nya dokk
Begitu dokternya masuk ruangan saya pun berlari ke bagian admin, ternyata admin juga ga minta no hp pasien. Saya pun mencoba mencari ke ruang kemo, dan disana pun ga da mengarsipkan nomor pasien. Saat itu lah akhirnya saya sadar bahwa nomor HP pun sama pentingnya dengan alamat, terutama untuk pasien-pasien yang tinggal di luar kota. Begitu saya kembali, Allah menyelamatkan saya karena saya tidak bertemu dengan si dokter lagi. setidaknya saya diberi waktu untuk memikirkan alasan apa yang harus saya berikan ketika nanti saya ditagih no HP pasien. Dan saya juga memiliki cukup banyak waktu untuk mempersiapkan diri menerima semua kemungkinan terburuk.
Dan akhirnya, saya rasa cukup pantas jika saya memang harus mengulang. Ketidakberesan saya menangani pasien ini bisa saja menggagalkan usaha semua pihak demi kesembuhan pasien. Dan walopun rasanya berat sekali jika harus mengulang, saya rasa saya harus mengikhlaskannya. Smoga ini bisa menjadi pelajaran dan membuat saya menjadi lebih berhati-hati kedepannya. Dunia kedokteran itu memang membutuhkan kesempurnaan. Karena nyawa yang dipertaruhkan. Dan sejak dulu, saya selalu bermasalah dengan kesempurnaan dalam bekerja. Rasanya itu sesuatu yang mustahil untuk saya capai. Benci sekali rasanya memikirkan kebodohan-kebodohan saya. walopun saya sedang dalam tahap mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk di hari esok, saya sangat berharap Allah bermurah hati melapangkan dada dr. X untuk memaafkan saya. dan smoga saja kesalahan saya ini tidak berakibat fatal buat pasien tersebut. Smoga pasien tsb diberi kesembuhan dan kemudahan dalam pengobatan, aamiiinn ya Allaahhh..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar